We do not remember days, we remember moments ...


Lani, saya, Fani, Jacki

Beberapa hari yang lalu, keponakan saya, Ilham, berulang tahun yang ke-13. Ia tumbuh semakin besar dan sehat dan semakin mirip dengan bapaknya, yaitu kakak laki-laki kedua saya, Fani.

Saat melihatnya tumbuh besar, perasaan saya antara bahagia dan haru. Lalu rasa rindu yang luar biasa terhadap almarhum kakak saya yang meninggal sekitar tujuh tahun yang lalu ini pun makin memuncak. Mudah-mudahan dengan berdoa dan menulis, rasa rindu saya bisa terbayar.


Saat ini, lewat tulisan ini, saya ingin berbagi momen masa kecil yang menyedihkan, namun di satu sisi sangat indah dan heroik. Kisah tentang kami, tentang kakak saya, Fani, tentang satu kejadian yang tak akan pernah terlupakan, buat saya, buat adik saya, buat kakak pertama saya, buat orang-orang yang mencintainya, dan terutama buat mama dan papa saya yang sebelumnya tidak pernah mengetahui kejadian ini...


Saat kami kecil, kami tinggal di daerah sekitar Kelapa Dua, Depok. Rumah kami berdampingan dengan kuburan, ya, kuburan, kalau ada yang tahu, letaknya dekat Pura di jalan Akses UI. Saat itu daerah kami masih sangat sepi, dipenuhi pohon dan ilalang, juga masih ada sawah dan satu sungai yang cukup besar, dalamnya sekitar dua meter.

Dibesarkan di keluarga yang sangat sederhana, kami tidak pernah pergi ke mall, paling banter pergi ke pasar kalau mau beli baju dan jajan :). Namun, hidup dalam asuhan mama dan papa yang penuh kasih sayang tidak membuat kami kehilangan kebahagian masa kecil meski pun hidup seadanya (kalau tidak bisa dibilang pas-pasan). Hari-hari kami habiskan dengan bertualang, mengelilingi kuburan, mengambil bunga-bunga di atas kuburan baru (maaffff, waktu itu masih kecil, belum ngerti...), main dan berenang di sungai (sekarang sudah jadi kali karena sudah tidak dalam lagi), sampai main layangan di lapangan dekat rumah.

Setiap hari adalah petualangan baru buat kami, termasuk di satu hari yang akhirnya bisa kami lalui namun terasa amat berat itu. Hari itu, kami bertiga, saya ( 5 thn), Lani (2 thn), dan Fani (6 thn) sedang bermain bersama, agak jauh dari rumah. Menjelang siang, kami harus pulang melewati sungai yang saat itu tiba-tiba meluap. Paginya kami lewat tempat yang sama namun air masih belum meluap. 

Pelan-pelan saya berjalan melewati jembatan yang hanya terbuat dari satu batang pohon kelapa saja, tanpa pegangan, apalagi pengaman. Jembatannya sudah tidak kelihatan karena tertutup luapan air. Saya meraba-raba dengan kaki, licin sekali, namun saya tetap berjalan karena mau tidak mau harus pulang lewat sungai itu. Sementara itu, Fani yang melihat situasi berbahaya langsung menggendong Lani, adik saya yang saat itu masih kecil sekali. Kalau di foto paling atas, dia yang paling kiri, yang seperti boneka :). 

Sesudah sampai di ujung jembatan, saya berbalik dan menunggu kakak dan adik saya. Mereka baru sampai di tengah. Namun, karena jembatan yang sangat licin dan tak terlihat serta ukuran tubuh kakak saya yang kecil karena baru berusia enam tahun dan harus menggendong anak kecil lainnya pula, ia menjadi tidak seimbang dan terpeleset. Ya Tuhan, saya menyaksikan Lani terlepas dari gendongan Fani. Penuh kepanikan, Fani yang masih berpegangan di batang pohon kelapa menggapai-gapai, mencari adik saya di tengah luapan air sungai yang coklat. Saya terpaku, tanpa kata, tak tahu harus berbuat apa. Saat itu saya tidak bisa berenang. Usia saya lima tahun dan sungai itu dalamnya sekitar dua meter, deras dan coklat.

Fani masih berusaha, saya lihat sambil berpegangan ia menyelam beberapa lama, lalu kepalanya muncul lagi dipermukaan, megap-megap tanpa hasil. Ia mengulanginya lagi sekali, lalu sekali lagi. Saya melihat ia memuntahkan air coklat dari mulutnya, entah sudah berapa banyak air sungai yang terminum olehnya. Secara logika Lani entah sudah terbawa ke mana, namun kakak laki-laki saya itu pantang menyerah, kali ini ia melepaskan pegangannya dari batang pohon kelapa lalu menyelam. Saya menunggu tanpa rasa karena mungkin saking ngerinya, diam-diam saya mengubur dalam-dalam ingatan akan perasaan saya saat itu.

Entah setelah berapa lama, alhamdulillah, saya lihat Fani muncul dipermukaan sambil menggendong Lani. Atas ijin Allah, Lani tidak dalam keadaan pingsan, hanya saja, sama dengan kakak saya, ia terlihat batuk-batuk sambil memuntahkan air beberapa kali.

Tidak seperti di sinetron-sinetron di mana kami harusnya berpelukan sambil menangis. Kami bertiga, termasuk Lani, hanya diam, lalu sama-sama berjalan pulang. Kami memutuskan untuk tidak menceritakannya pada mama dan papa. Ini adalah murni pemikiran kami sebagai anak-anak. Kami takut dimarahi, ya, as simple as that..

Dengan berjalannya waktu, saat makin besar, saya baru mulai berani membahasnya. Saya bertanya pada Fani, apa yang terjadi di 'dalam' sana saat itu. Bagaimana ia akhirnya bisa menemukan Lani di tengah dalam dan derasnya sungai . Menurut Fani, ia tidak bisa melihat apa-apa, jadi sambil pegangan di jembatan, ia hanya secara random menggapai-gapai mencari Lani. Saat tidak juga berhasil, ia melepas pegangan dan membiarkan dirinya sedikit terbawa arus sambil terus menggapai-gapai dan akhirnya ia merasakan kain yang ternyata adalah rok Lani yang langsung ia tarik dan peluk. Allhamdulillah..., terima kasih ya Allah..

Saat suatu ketika kami menceritakan hal tersebut pada mama dan alm. papa, bisa dibayangkan apa yang mereka rasakan. Kesedihan karena saat itu tidak mengetahui bahwa kami telah mengalami hal yang cukup traumatis, sedikit kemarahan karena kami tidak menceritakannya pada mereka saat itu, serta kebanggaan karena anak-anaknya telah saling menjaga bahkan dalam situasi yang sangat berbahaya sekali pun.

Momen di atas, seperti juga momen-momen indah lainnya, adalah momen yang akan selalu kami ingat sambil menciptakan momen-momen baru lainnya....

Catatan tambahan: karena ada beberapa orang yang bertanya tentang kakak saya Fani, jadi saya perjelas di sini ya. Kakak saya meninggal saat sudah punya dua anak, ia mengalami kecelakaan pada tahun 2009.

*Tulisan ini saya persembahkan untuk duo ganteng Ilham dan Iqbal, dua keponakan hebat yang insha Allah juga mewarisi kebaikan dan keberanian papa mereka, Fani*

***

45 comments

  1. Duuuh, sampai bacanya tegang, Mbak...dengan umur yang masih 2 tahun, rasanya gak bisa membayangkan jadi Lani..tapi syukurlah selamat ya, Mbak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. aireni iya bener, gak kebayanggg, huhuhuu..

      Hapus
  2. Subhanallaah... kejadian spt ini ga akan pernah lupa ya mba... inspiring bgt

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  4. Aku nggak bisa nahan air mata ihh.:-( , masa kecil kita sama, aku juga punya saudara yg saling sayang dan melindungi, sekarang juga kami sdh kehilangan seorang adik sejak 2008 tapi kenangan bersama nya nggak bisa terlupakan.

    BalasHapus
  5. Mbaaa, aku ngga bisa membayangkan bagaimana perasaan saat itu kalo aku yg mengalami. Salut buat kalian bertiga. Kisah heroik sekaligus inspiring

    BalasHapus
  6. Ya Allah menetes air mata bacanya mbak. Betapa kalian saling menyayang dan kakak Fani sangat bertanggung jawab di usianya yang masih kecil.
    Semoga beliau sekarang sudah lebih bahagia di alam sana ya mbak

    BalasHapus
  7. Duh ..bacanya campur aduk sedih,tegang,semoga anak2 almarhum bisa seperti ayahnya.

    BalasHapus
  8. Puk puk puk, mba Tuty... sedih ya, tapi kenangan akan mereka selalu akan jadi kenangan indah buat kita semua..

    BalasHapus
  9. waduuuh menegangkan sekali, untung masih bisa selamat..
    Aku kira kak fani meninggalnya pas nyelamatin lani ini ternyata ini cerita dimasa lalu.
    Semoga tenang disana dan sifat nya yang melindungi bisa di wariskan ke anaknya, amiin.

    BalasHapus
  10. Ya Allah...ngebayanginnya aja udah ngeri banget...

    BalasHapus
  11. @Nurul, iya, makasih yaaa..

    @Winny, amiin, makasihhhhh...

    @Kurnia Amelia, amiiinnn...

    BalasHapus
  12. @laili, iya, Fani meninggalnya setelah punya dua anak mba, bukan pas kejadian :)

    @Ika, makasih udah mampirrr..

    BalasHapus
  13. Alhamdulillah masih selamat ya.. Waktu kecil dulu aku jg pernah main ke sungai di depok, perasaan gede dan dalam. Sekarang ga keliatan gede lagi :-)

    BalasHapus
  14. Aku deg-degan parah bacanya. Mewek deh siang-siang.

    BalasHapus
  15. Abangnya kak zata hebat banget!
    Bacanya deg-degan dan mewek juga :(

    BalasHapus
  16. Wow sungguh inspirative ceritanya penuh haru dan sampai bisa menguras air mata saya.

    BalasHapus
  17. Sepakat sama judul artikel ini. Kadang saya malah nggak inget momentnya juga tapi masih ingat rasanya :)

    BalasHapus
  18. Subhanallah Ta... luar biasa. Uni sampe mewel bacanya...

    BalasHapus
  19. Subhanallah Ta... luar biasa. Uni sampe mewel bacanya...

    BalasHapus
  20. Ya ampyun..horror..sy sampai ikut lemas.ceritanya inspiratif sekali. Semoga anak2 kak Fani tangguh spt papanya.

    BalasHapus
  21. Membaca kisahnya ikut mrinding. Salut mba!

    BalasHapus
  22. Saya juga pernah hanyut di sungai mba, jadi kebayang rasanya.

    BalasHapus
  23. Ikut tegang bacanya. Salut sama kakaknya mba zata. Umur segitu udah tanggung jawab bgt ya

    BalasHapus
  24. @vicca: makasih udah mampirrr..

    @Leyla: mungkin keliatan gede karena kitanya masih kecil aja ya? hihihi

    @mira: iya emang bikin deg2an, cerita lo yang jatoh dari mobil juga serem ih Mir..

    @cindy: makasihhhh...

    @Evi: iya, rasa lebih mudah diinget kayaknya..

    BalasHapus
  25. @PUti Aspita: uniiii, makasih udah mampir. Iya un, ini pengalaman masa kecil yang selalu bikin haru kalo teringat..

    @Archa: amiiin, makasihhh..

    @Nunu: wuaaa serem yah, untung nggak apa2 ya..

    BalasHapus
  26. @indri noor: makasihhh. Mungkin mau nggak mau ya karena keadaan hehehe..

    BalasHapus
  27. Merinding dan terharu mbak.
    Klo kita dulu rasa saling memiliki n tanggungjawab terhdp sodara meski msh kecil kuat sekali yaa.
    Aku agak kesulitan membuat bonding yg kuat antara anak2...mrk lbh sering saling jelous

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gak apa2 Pi, emang perlu waktu kok. Karena masih kecil2 juga sih..

      Hapus
  28. Wuih, horor juga tuh. Untung masih diberi keselamatan bagi semuanya.
    Pengalaman serupa tapi tak sama dialami adik bungsu saya, tapi waktu itu dia main ke sungai dengan adik saya yang lain yang merupakan kakak pas di atas si bungsu. Waktu itu si bungsu usianya 3 tahunan, sedangkan kakaknya (adik saya nomor dua) kelas 4 SD.

    Mandi di sungai bareng dua teman lainnya, adik saya nomor dua terlalu asyik menyelam sehingga tidak tahu kalau adiknya sudah hanyut dibawa arus air. Beruntung sungainya tidak terlalu dalam dan di dasar sungai banyak akar-akar pohon yang tumbuh di sepanjang pinggiran sungai. Pulang-pulang si bungsu laporan dan Ibu pun murka. Hahahaha...

    Btw, salam kenal dari Pemalang :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wuaaa iya sama seremnya, alhamdulillah gak kenapa2 ya mas.. Salam kenal jugaa :)

      Hapus
  29. Mbak, ceritanya kurang panjaang :'( semoga almarhum kakaknya Mba Zata tenang di alam sana, melihat anak-anaknya tumbuh dengan baik, sehat dan bahagia :')

    Btw mbak, masa kecil zaman belum ada gadget dan bully itu menyenangkan. Sekarang zaman kecil anak-anak kita sudah kenal dengan gadget. Ah, laif.. :'D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ahahah kalo kepanjangan takut pada bosen Yi.. Iya anak2 skrg lebih individualis salah satunya karena gadget, makanya ini di rmh agak dibatasi juga sih..

      Hapus
  30. mbaaa, merinding membaca ini, membayangkan jiwa anak2 yg polos dan ketakutan..alhamdulillah Allah SWT masih melindungi yaa

    BalasHapus
  31. zata.. bacanya jadi ikutan tegang nih. Inget adikku juga pernah tenggelam di bendungan air waktu lagi becanda sama temannya. Untung ada orang lagi mancing yang bantu selamatin.

    BalasHapus
  32. Zata merinding bacanya, turut berduka cita yaa atas kepergian kakak tercinta, pahlawan keluarga....

    BalasHapus
  33. Mba speechless, antara ngeri,terharu dan kagum. Alhamdulillah selamat semuanya. Luar biasa. Semoga keponakannya memiliki (dan pasti menuruni) jiwa pemberani dan kasih sayang seperti papanya. Alfatihah untuk alm. Kakanya mba Zata

    BalasHapus
  34. Mba speechless, antara ngeri,terharu dan kagum. Alhamdulillah selamat semuanya. Luar biasa. Semoga keponakannya memiliki (dan pasti menuruni) jiwa pemberani dan kasih sayang seperti papanya. Alfatihah untuk alm. Kakanya mba Zata

    BalasHapus
  35. amin, amiinnn yra, makasih banyak yaaa @thitiFitria ...

    BalasHapus
  36. I found your website perfect for my needs
    foxy love

    BalasHapus