Tip online aman bagi si pra-remaja ...
Anak pertama saya , si abang, baru saja masuk SMP, ia pun mulai aktif berinteraksi dengan teman-temannya lewat media sosial seperti facebook dan Instagram, begitu juga anak kedua saya, kaka. Mereka berdua memang saya ijinkan menggunakan media sosial, namun ada beberapa proses serta syarat yang saya berikan kepada mereka.
Prosedur serta syarat yang saya berikan kepada mereka tidak hanya agar saya mudah mengontrol aktivitas mereka di dunia maya namun juga membantu mereka terhindar dari dampak negatif sosial media misalnya cyber bullying yang pernah terjadi pada kaka sebelumnya.
Prosedur serta syarat yang saya berikan kepada mereka tidak hanya agar saya mudah mengontrol aktivitas mereka di dunia maya namun juga membantu mereka terhindar dari dampak negatif sosial media misalnya cyber bullying yang pernah terjadi pada kaka sebelumnya.
Wajibkan mereka untuk meminta ijin setiap ingin membuat akun
Pertama, mereka harus selalu minta ijin kepada saya dan atau suami, jika ingin membuat akun media sosial, lalu biasanya saya akan bertanya mengapa mereka membutuhkan platform tersebut. Sebagai contoh, saat abang selesai mengikuti Ballanced Pillar Camp tahun lalu, ia memutuskan untuk membuat akun Instagram, alasannya agar ia bisa berbagi foto dan berhubungan dengan teman-teman barunya dari camp tersebut. Begitu juga dengan akun facebook yang merupakan jembatan antara ia dan teman-teman sekolahnya yang sudah berbeda kelas, teman-teman rumah yang jarang ditemui, dan seterusnya.
Mereka harus mengijinkan orangtua mengecek akunnya
abang Ken si pecinta keluarga (isi IG-nya kbanyakan ttg keluarganya :D) |
Mereka harus mengijinkan orangtua mengecek akunnya
Saya meminta ijin kepada mereka untuk memantau dan bahkan ikut campur jika ada masalah dengan akun sosial media mereka. Tidak mesti berteman di facebook, twitter atau pun Instagram, tapi cukup saya bisa melihat timeline mereka, bisa membuka inbox mereka karena saya tahu password-nya serta bisa meminta mereka menghapus postingan dan komen yang menurut saya sebagai orangtua mereka kurang layak untuk ditampilkan.
Bijak menggunakan gadgets dan bertanggungjawab
Saat pertama kali kedua anak tertua saya memiliki smartphones, yang saya tekankan adalah penggunaannya yang bijak, boleh memakai dan mengutak-atik hape asalkan tahu waktu dan tempat serta tidak terlalu sering. Saat mereka sudah kelihatan terlalu sering memegang hape, saya pasti akan menegur dan jika mereka melanggar peraturan akan ada sanksi yang saya berikan yaitu dilarang menggunakan hape sehari penuh pada keesokan harinya.
Penempatan komputer di area terbuka
Khusus untuk PC, saya menempatkannya di ruang tengah sehingga saat mereka membuka internet untuk sekedar browsing atau pun mengerjakan tugas, mereka punya 'resistan' yang cukup tinggi jadi tidak ingin membuka situs-situs yang kurang baik karena pasti ada saya, atau ayahnya atau si mbak yang sesekali melewati ruangan tersebut.
Penempatan komputer di area terbuka
Khusus untuk PC, saya menempatkannya di ruang tengah sehingga saat mereka membuka internet untuk sekedar browsing atau pun mengerjakan tugas, mereka punya 'resistan' yang cukup tinggi jadi tidak ingin membuka situs-situs yang kurang baik karena pasti ada saya, atau ayahnya atau si mbak yang sesekali melewati ruangan tersebut.
Soal menghapus postingan, saya rasa ini adalah pembelajaran buat mereka selama mereka masih di bawah umur. Mungkin kedengarannya saya seperti mendikte apa yang tidak dan boleh mereka posting, namun menurut saya ini justru untuk membentuk karakter mereka menjadi individu-individu yang lebih baik. Sebagai contoh, saat kaka beberapa kali membuat status "ughh, capek nih ulangan melulu," atau "sebel, lupa bawa pe er matematika," di facebooknya, saya meminta dia untuk menghapus status tersebut. Saya menjelaskan padanya bahwa terlalu banyak mengeluh, apalagi di media sosial akan membuat citra dia menjadi "si tukang mengeluh" dan takutnya secara tidak sadar ia akan keterusan berbuat seperti itu di dunia maya mau pun dunia nyata. Alhamdulillah ia bisa menerima hal tersebut dan dengan sukarela menghapus beberapa postingan yang berisi keluhan.
Lain lagi dengan si abang, anak berumur hampir 13 tahun ini senang berbagi soal hobi dan keluarganya. Beberapa kali ia memposting gambar yang kurang lebih sama yaitu kucing peliharaannya dengan kualitas yang berbeda-beda, ada yang bagus dan ada yang gelap. Saya mengajarkannya untuk tidak memposting terlalu banyak gambar, apalagi yang kualitasnya tidak bagus. Ya, saya sudah mengajarinya cara 'menjaga image' dalam artian yang positif karena ia akan membutuhkan life skill ini diusianya yang sudah beranjak remaja. Dari empat foto kucing dengan pose dan komposisi yang mirip, dua diantaranya gelap, saya menyarankan ia menghapus dua gambar yang gelap. Saat ia bertanya kenapa, saya menjelaskan bahwa ia tidak mau kan memenuhi timeline IG temannya dengan rentetan gambar yang sama dan berkualitas jelek? ia setuju dan mengerti penjelasan saya, bahkan ia meminta ayahnya untuk mengajarinya soal penggunaan kamera.
Intinya, anak-anak pra-remaja kita perlu untuk memiliki aktivitas online, dan dengan komunikasi yang baik antara kita dan mereka, mudah-mudahan yang akan mereka dapat adalah sebanyak-banyaknya manfaat positifnya ketimbang dampak negatifnya.
***
0 comments