Fenomena Pemberantasan Obat Palsu di Indonesia dan Bagaimana Menghadapinya


#LegalExpo2021 yang diadakan oleh Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia angkatan 1991 yang berkolaborasi dengan Irma Devita Learning Center (IDLC) baru saja berakhir kemarin dan saya sangat senang sekaligus bangga menjadi salah satu saksi suksesnya acara ini belum lagi event ini masuk dalam rekor MURI sebagai acara Legal Expo terbesar di Indonesia.

Ya, Pameran hukum terbesar di Indonesia, Legal Expo 2021 dengan tema "Boost Your Career, Advance Your Studies, Expand Your Network in the Legal Field and Beyond" yang berlangsung selama 3 hari dari tanggal 11 -13 November 2021 ini berhasil meraih rekor Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) tak hanya karena acaranya yang besar tapi juga kegiatan ini melibatkan 139 online legal session dengan lebih dari 100 kontributor yang terdiri dari Lawyers, In-House Counsels, Notaris, praktisi hukum, akademisi, birokrat, kurator, diplomat, pengusaha, masyarakat umum serta para pemerhati hukum. 

Nah, dengan rangkaian acara sebanyak dan sebesar itu terpaksa saya harus memilih beberapa saja untuk saya ikuti, padahal inginnya, sih, mengikuti semuanya karena tema serta narasumbernya bagus semua :)

Akhirnya, salah satu webinar yang saya pilih adalah "Dinamika Pemberantasan Pemalsuan Obat di Indonesia" yang pembicaranya adalah DR. Widyaretna Buenastuti, S.H., M.M.yang merupakan direktur dan senior consultant dari Inke Maris dan legal advisor untuk Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP).


Seperti banyak dari kita mungkin sudah tahu, peredaran obat palsu di Indonesia telah mencapai 2 miliar dollar Amerika atau sekitar 25% dari total presentase bisnis farmasi di Indonesia. Data tersebut merupakan data tahun 2016 yang artinya saat ini angkanya bisa jauh lebih tinggi lagi.

Obat-obatan yang paling sering dipalsukan adalah obat yang banyak dikonsumsi masyarakat, baik obat generik maupun paten. Bahkan, obat bebas, seperti obat flu dan obat sakit kepala sampai obat disfungsi seksual juga menjadi sasaran sindikat pengedar obat palsu. Saya bahkan pernah dengar dari seorang pelaku pemalsu bahwa apapun yang sedang laku di pasaran, itulah yang menjadi target mereka, mengerikan sekali...

Kebayang, kan, dampak yang dirasakan oleh masyarakat akibat mengkonsumsi obat palsu? pastinya terancamnya kesehatan dan keselamatan hingga dapat menyebabkan sakit yang berkepanjangan  karena resistensi antibiotik, kerugian finasial karena hilangnya produktivitas, dan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap dokter, bahkan hingga berujung pada kematian.

Dalam presentasinya mba Widya menjelaskan seperti apa kejahatan pemalsuan obat di Indonesia. Kejahatan ini adalah kejahatan yang dinamis, meski ada tindakan yang dilakukan aparat yang berkepentingan, tetap saja kejahatan ini terus ada bahkan berkembang dan terus berulang.

Hal di atas juga terjadi karena adanya pemodal dan jaringan yang kuat serta adanya kesempatan karena obat-obatan yang laris dan langka sangat menggiurkan untuk dipalsukan. Bahkan, menurut berita yang ditulis oleh Kompas.com keuntungan investasi obat palsu disebut lebih besar dari bisnis narkoba !!

Motivasi dari kejahatan pemalsuan obat ini beragam mulai dari untuk meraup keuntungan sebanyak-banyak, pencucian uang, sampai pintu pada kejahatan lain.


Lalu yang menjadi perhatian utama kita semua adalah dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh maraknya pemalsuan obat di Indonesia.

Tidak menyembuhkan, dapat mengakibatkan infeksi, tidak memberikan perlindungan terhadap kuman/bakteri, sampai bisa berakibat pada kematian.

Begitu mengerikannya fenomena kejahatan obat palsu ini, lalu yang menjadi pertanyaan adalah langkah apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah untuk menghadapi permasalahan ini?

Sejak tahun 2016 berikut ini peratutan baru yang sudah dibuat :

1. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2017 tentang Pengendalian Impor atau Ekspor Barang yang Diduga Merupakan atau Berasal dari Hasil Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual

2. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik

3. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan melalui Sistem Elektronik

4. Peraturan BPOM Nomor 8 Tahun 2020 tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang Diedarkan secara Daring. (6 April 2020) Effektif 6 Juli 2020

5. Peraturan BPOM Nomor 33 Tahun 2018 tentang Penerapan 2D Barcode dalam Pengawasan Obat dan Makanan


Berbagai tindakan sudah dilakukan oleh pemerintah dan lembaga terkait untuk melindungi masyarakat dari obat palsu, namun, sebagai konsumen, kita pun perlu sangat waspada terhadap pemalsuan obat ini. Ada beberapa hal sederhana yang bisa kita lakukan untuk mengantisipasi obat palsu, sebuah aplikasi marketplace memberikan kiatnya sebagai berikut :

Masyarakat dihimbau untuk memperhatikan kemasan obat-obatan dan membaca ulasan produk-produk yang dibeli di aplikasi.

Jika merasa ada kecurigaan bahwa produk yang dijual merupakan produk palsu, masyarakat diharapkan jangan menyelesaikan terlebih dahulu pesanan yang dibeli.

Produk-produk tersebut dapat dilaporkan melalui tombol “Laporkan produk ini” di sisi kanan atas laman produk, dan/atau penjualnya melalui tombol “Laporkan Pengguna” di sisi kanan atas laman toko.

Selain antisipasi berupa peringatan seperti di atas, pendekatan regulasi yang ada diharapkan tidak hanya terbatas pada proteksi terhadap “Fisik” namun juga literasi konsumen/pasien perlu ditingkatkan agar mekanisme pengawasan oleh masyarakat berjalan secara efektif. 

Kerjasama antara regulator, masyarakat dan pelaku usaha baik industri farmasi, PBF, apotek dan marketplace harus digiatkan untuk melakukan “mekanisme pengawasan” .

Pada akhirnya, kerjasama semua pihak sangat dibutuhkan dalam meminimalisir pemalsuan obat di Indonesia.
Semoga rangkuman tulisan ini bisa bermanfaat bagi pembaca, ya.. Sampai ketemu di artikel selanjutnya.

*********

0 comments